Saat ini, Indonesia menghadapi tantangan yang berbeda dari masa perjuangan kemerdekaan, akan tetapi semangat dan nilai-nilai yang diteladankan oleh Robert Wolter Monginsidi tetap memiliki relevansi yang kuat dalam perjuangan saat ini. Dalam era globalisasi dan digitalisasi, nilai-nilai kepahlawanan Monginsidi menjadi arah moral bagi bangsa Indonesia untuk menghadapi berbagai persoalan di negara ini.

Patriotisme Mongisidi yang diwujudkan dalam bentuk cinta tanah air dan rela berkorban untuk bangsa yang kini dibutuhkan dalam bentuk yang berbeda namun nilainya sama. Di tengah masalah sosial, hoaks, dan perang politik yang menguat, semangat patriotisme yang cerdas dan kuat menjadi kebutuhan mendesak. Data Badan Pusat Statistik (2023) menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan antar kelompok masyarakat Indonesia mengalami penurunan, yang mengindikasikan pentingnya revitalisasi nilai-nilai persatuan. Keberanian yang ditunjukkan Monginsidi dalam menghadapi penjajah, hari ini perlu dimaknai sebagai keberanian moral untuk melawan korupsi, ketidakadilan, dan berbagai bentuk penindasan modern. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa kerugian negara akibat korupsi pada tahun 2023 mencapai triliunan rupiah, menunjukkan bahwa keberanian moral untuk menegakkan kebenaran masih sangat dibutuhkan.
Indonesia masih dalam proses pembangunan karakter bangsa yang berkelanjutan. Sebagaimana diungkapkan oleh Soekarno bahwa “nation and character building” adalah tugas yang tidak pernah selesai, nilai-nilai Monginsidi memberikan landasan moral yang kuat untuk proses ini. UUD 1945 dalam Pembukaan alinea keempat menegaskan tujuan negara untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan “memajukan kesejahteraan umum”, yang memerlukan warga negara yang memiliki karakter seperti Monginsidi. Tantangan global seperti kemiskinan, dan ketimpangan sosial membutuhkan semangat pengorbanan seperti yang ditunjukkan Monginsidi. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa meskipun angka kemiskinan turun, ketimpangan sosial masih menjadi masalah serius dengan rasio Gini sekitar 0,38.
Dalam konteks spiritualitas Vincentian, nilai-nilai Mongisidi sejalan dengan misi melayani kaum papa dan menegakkan keadilan sosial. Santo Vincentius de Paul mengajarkan bahwa “cinta kepada Allah harus diwujudkan melalui pelayanan kepada sesama, terutama mereka yang miskin dan menderita.” Mongisidi menunjukkan hal ini melalui perjuangannya melawan penindasan kolonial, yang pada dasarnya adalah perjuangan untuk keadilan sosial dan pembebasan rakyat dari kemiskinan struktural akibat sistem penjajahan.
Patriotisme Monginsidi dapat diwujudkan melalui partisipasi aktif dalam pembangunan bangsa. Hal ini sejalan dengan firman Tuhan dalam Yeremia 29:7, “Usahakanlah kesejahteraan kota dimana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu juga.” Generasi muda dapat mewujudkan patriotisme melalui inovasi teknologi, kewirausahaan sosial, dan kontribusi nyata dalam berbagai bidang. Program Kampus Merdeka yang diluncurkan Kementerian Pendidikan adalah contoh nyata bagaimana semangat patriotisme dapat diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara , dimana mahasiswa didorong untuk berkontribusi langsung pada masyarakat melalui kegiatan pembelajaran yang bermakna.
Nilai kepemimpinan Monginsidi dapat diimplementasikan melalui konsep servant leadership yang diajarkan dalam Markus 10:43-44, “Tetapi di antara kamu tidaklah demikian. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.” Prof. Dr. Rhenald Kasali dalam bukunya “Self Disruption” menekankan bahwa pemimpin masa kini harus memiliki keberanian untuk mengubah diri dan melayani kepentingan yang lebih besar. Hal ini sejalan dengan semangat pengabdian Mongisidi yang tidak mencari kepentingan pribadi, melainkan mengabdikan seluruh hidupnya untuk kepentingan bangsa.
Idealisme Monginsidi dalam memperjuangkan kemerdekaan dapat dilihat dalam komitmen pada pembangunan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Indonesia berkomitmen mencapai 17 tujuan SDGs pada 2030, yang memerlukan semangat idealisme dan konsistensi seperti yang ditunjukkan oleh pahlawan muda dari Sulawesi ini. Perjuangan melawan kemiskinan, ketimpangan, dan kerusakan lingkungan membutuhkan semangat juang yang sama dengan yang ditunjukkan Monginsidi dalam melawan penjajahan.
Robert Wolter Monginsidi telah menunjukkan bahwa kebesaran bangsa terletak pada karakter warga negaranya yang berani, idealis, dan rela berkorban untuk kebaikan bersama. Di tengah kompleksitas tantangan Indonesia modern, nilai-nilai yang ditanamkan Monginsidi bukan hanya relevan, tetapi menjadi kebutuhan mendesak untuk membangun Indonesia yang lebih adil dan sejahtera. Sebagaimana firman dalam 2 Timotius 4:7, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” Mongisidi telah memelihara iman kepada Indonesia merdeka hingga akhir hayatnya. Kini giliran generasi Indonesia masa kini untuk memelihara dan mewujudkan cita-cita tersebut dalam konteks zaman yang berbeda, namun dengan semangat yang sama: cinta tanah air, keberanian moral, dan komitmen pada keadilan sosial.
Warisan Monginsidi bukan hanya cerita masa lalu, melainkan panggilan kepada kita untuk terus bertindak kebaikan. Indonesia membutuhkan lebih banyak “Monginsidi modern” yang berani, dan rela berkorban untuk kemajuan bangsa dalam segala bidang kehidupan. Nilai-nilai yang diperjuangkannya tetap menjadi fondasi moral yang dibutuhkan Indonesia untuk menghadapi tantangan masa depan dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang sesungguhnya.
Leave a Reply