Pelajaran dari Karel Sadsuitubun di Era Modern
Karel Sadsuitubun lahir di Tual, Maluku Tenggara pada tanggal 14 Oktober 1928. Beliau merupakan salah satu tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia yang ikut serta dalam peristiwa Irian Barat. Ia merupakan seseorang yang cinta dan setia akan tanah air Indonesia. Selain itu, beliau juga tidak mudah putus asa. Kematiannya sangat disayangkan. PKI yang menganggap para pemimpin Angkatan Darat menghalangi cita-cita mereka, memutuskan untuk melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah Perwira Angkatan Darat.

Pada saat Karel Sadsuitubun sedang tidur untuk menyiapkan diri untuk jaga pagi di rumah Dr. J. Leimena, para penculik datang karena mendengar suara gaduh. Karel Sadsuitubun pun terbangun dan mengambil senapan, mencoba menembak para gerombolan PKI tersebut. Namun, gerombolan itu menembaknya. Karena tidak seimbang, Karel Sadsuitubun pun tewas akibat tembakan dari gerombolan PKI tersebut.
Dari peristiwa ini, upaya Karel Sadsuitubun untuk berjuang dan melawan para gerombolan PKI menunjukkan tekad dan ketidakmudahannya untuk putus asa yang patut dicontoh bagi masyarakat saat ini. Dengan perjuangannya, Karel Sadsuitubun menjadi tokoh yang nilai-nilainya dapat diteladani dan pastinya terdapat nilai yang masih dapat kita terapkan pada zaman sekarang.
Perjuangan beliau dapat dikaitkan dengan ayat 2 Timotius 4:7, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman,” menunjukkan perlawanannya sampai akhir hayat yang mencerminkan isi ayat tersebut tentang mencapai akhir dari kehidupan dengan penuh perjuangan dan didasari oleh iman yang baik. Selain ayat Kitab Suci, perjuangan beliau juga dapat dikaitkan dengan nilai Vinsensian matiraga. Mulai dari peran Karel Sadsuitubun dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia hingga perlawanannya terhadap golongan PKI pada saat kematiannya, Karel Sadsuitubun telah menunjukkan tekad serta upaya kerasnya dalam berjuang untuk bangsa negara dan kehidupannya.
Banyak perkembangan yang telah terjadi, mengingatkan kita akan perlunya prinsip dan sikap yang tepat untuk menghadapi dunia ini. Di tengah arus globalisasi yang selalu meluas, semangat nasionalisme Karel Sadsuitubun menjadi pengingat bagi generasi muda Indonesia. Cinta tanah air bukan berarti kesiapan berperang saja, tetapi juga sebagai suatu komitmen untuk membangun bangsa. Kaum muda dapat mengaplikasikan nilai cinta tanah air dengan menggunakan produk dalam negeri dan melestarikan budaya negara melalui media massa. Rasa cinta tanah air yang dimiliki Karel Sadsuitubun dapat menjadi landasan bagi kita untuk melawan masuknya budaya asing yang kurang benar, sekaligus mempertahankan identitas bangsa dan negara di era yang baru ini.
Kemudian, era digital yang selalu penuh dengan persaingan ini menuntut setiap pribadi untuk memiliki mental yang kuat, seperti yang ditunjukkan Karel Sadsuitubun dalam perjuangannya. Sikap pantang menyerah yang dimilikinya sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan zaman modern, baik dalam dunia pendidikan atau pekerjaan. Ketika menghadapi kegagalan, kesulitan, atau tantangan apapun, kaum generasi baru bisa meneladani ketekunan Karel Sadsuitubun yang tidak mudah menyerah meskipun menghadapi situasi yang tidak jelas. Mental pantang menyerah ini menjadi kekuatan yang tidak terpengaruh oleh waktu dan menjadi nilai yang sangat relevan di era-era yang penuh dengan ketidakpastian ini.
Selanjutnya, Karel Sadsuitubun sangat tekun dalam mencari dan membela kebenaran, sehingga bisa menjadi teladan berharga bagi kita di era di mana informasi mudah dicari dan disebar. Perlawanannya terhadap gerombolan yang mengancam keamanan negara menunjukkan pentingnya sikap berani dalam menyuarakan kebenaran dan melawan gerakan radikalisme. Keberanian untuk berkorban demi kepentingan yang lebih besar, seperti yang ditunjukkan Karel Sadsuitubun, dapat diwujudkan dan dikembangkan untuk menghadapi kejahatan-kejahatan baru di era ini.
Kita sebagai generasi muda, dapat mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari kita dengan berbagai cara. Salah satu contoh nyata adalah ketika banyak keluarga harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan hidup di tengah kondisi ekonomi yang menantang. Para orang tua rela menahan keinginan pribadi, bahkan mengurangi waktu istirahat, demi memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Sikap ini mencerminkan bentuk mati raga yang luhur, yaitu mendahulukan kepentingan keluarga di atas kesenangan diri.
Di sisi lain, para pelajar dan mahasiswa juga menerapkan nilai ini dengan belajar dengan tekun meski menghadapi keterbatasan fasilitas atau rasa lelah. Mereka mengorbankan waktu bermain untuk meraih cita-cita yang kelak bermanfaat bagi bangsa. Demikian pula dengan para tenaga kesehatan, relawan, dan pekerja sosial yang terus berjuang membantu masyarakat tanpa memikirkan keuntungan pribadi, terutama ketika terjadi bencana atau krisis. Nilai matiraga juga terlihat dalam kehidupan beragama, misalnya saat berpuasa, ketika seseorang belajar menahan diri dari hawa nafsu sebagai bentuk kedisiplinan rohani. Hal ini bukan hanya melatih ketabahan, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial dengan lebih peka terhadap penderitaan orang lain.
Disusun oleh :
XII A5/09 George Matthew Wijaya
XII A5/10 Gloriana Joy
XII A5/15 Jocelyn Felicia Sianto
XII A5/ 19 Kevin Reinhart Wibowo
XII A5/21 Levana Goldie
XII A5/30 Ryan William Nixon
Leave a Reply